Belajar Bahasa Arab Day-2
Sebelum kelas dimulai, ust Nouman menjawab beberapa pertanyaan:
1.
Adab berbeda pendapat
2.
Kenapa Temuan tentang struktur konstruksi Quran tidak
dikenali oleh para sahabat (merujuk ke buku Raymond Farrin - Structure and
Quranic Interpretation: A Study of Symmetry and Coherence in Islam’s Holy Text (Ashland,
Oregon: White Cloud Press, 2014)
Adab berbeda pendapat
Menurut ust Nouman Ali Khan, kalau kita tidak mengenal
secara pribadi pihak yang berbeda pendapat, jangan terlalu dalam berdebat.
Beliau menyitir pengalaman para ulama dulu yang saling mendoakan keluarga
masing2, sebelum memulai mendiskusikan perbedaan pendapat di antara mereka.
Mengapa temuan tentang Struktur konstruksi Quran yang
digambarkan di abad ini tidak dijelaskan pada masa sahabat?
Ust NAK cepat menjawab,” I dont know”. Namun bagi dia ketika
dia sendiri juga mengkaji struktur di 48 surat al Quran, beliau merasa
terkesima dengan struktur Quran, salah satunya adalah struktur cincin yang
menyatukan tema ayat-ayat di dalam surat Al Baqarah, simetrinya luar biasa,
mengingatkan kita bahwa ayat2 tersebut tidak diwahyukan secara berurutan dari
al fatihah hingga surat an Nas.
Demikian juga kronologi turunnya ayat Al Baqarah tidak urut
dari ayat pertama hingga ayat terakhir. Namun ketika di analisis nampak adanya
simetri pada ayat - ayat di al Baqarah.
Intinya al Quran adalah buku petunjuk bagi seluruh manusia.
Dan manusia yang membaca akan menemukan aspek mukjizat yang mungkin berbeda
antara manusia yang satu dan manusia yang lain. namun demikian apapun aspek
yang mereka apresiasi mereka meraih satu kesimpulan bahwa ayat2 tersebut tidak
mungkin di tulis oleh manusia itu sendiri, bahkan muhammad saaw sekalipun. Maka
hanya ada satu kesimpulan saja, bahwa Quran ini tidak lain adalah Allah ta’ala
author nya.
Di Hari ke-2 kita masih fokus ke kategori/jenis kata “Isim”
Isim ini memiliki status sebagai Rafa (doer/pelaku
perbuatan), nasb (detil tentang perbuatan/aksi), atau jarr (kata setelah artikel ‘of’ —bahasa inggris seperti
kepemilikan, car of mine mobil milik saya, maka kata yang terkategori jarr
adalah mine).
Secara default, kata dalam bahasa Arab berakhiran dengan
bunyi ‘an’, ‘in’, ‘un’. Namun adakalanya bunyi ’n’ dihilangkan sehingga kata
berakhiran dengan ‘a’, ‘i’ dan ‘u’. Salah satu dampak dari perubahan bunyi
dicontohkan ketika digandengkan dengan kata ‘Laa’ (artinya: Tidak). Seperti redaksi
syahadat: Laa ilaa ha illallah
(Tidak ada illah yang layak dipatuhi kecuali Allah).
“Tidak” secara bahasa bisa bermakna ‘tidak secara tegas’,
‘tidak secara tidak tegas seperti sangat disarankan tidak dilakukan, tetapi
kalau dilakukan ya tidak papa’, atau ‘tidak yang bermakna sarkastik, seperti
ketika seseorang mengatakan ‘tidak, saya tidak marah’ tapi diucapkan dengan
wajah yang cemberut.
Untuk mengilustrasikan makna Tidak yang absolut, bisa
dilihat di al Baqarah 2
ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ
فِيهِ ۛ هُدًى
لِلْمُتَّقِينَ
“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk
bagi mereka yang bertakwa”
Laa rayba fiih (tidak ada keraguan sama sekali, tidak ada
sedikitpun, absolutely no doubt. Nah, makna bisa berubah kalau dibaca Laa rayb(an) karena implikasinya
bisa jadi ada kemungkinan keraguan sekitar 0,1% misalnya.
Kembali ke redaksi syahadat Laa ilaaha illallah, terjemahan “Tidak
ada yang layak dipatuhi/disembah selain Allah”. Padahal seharusnya, “Tidak ada
apapun, secara mutlak dan absolut yang layak disembah/dipatuhi selain Allah”
Di lain pihak ada ayat yang
menggunakan akhiran bunyi “n” pada kata yang diawali kata “Laa” bermakna
sebagai berikut “Tidak yang tidak mutlak,atau tidak yang absolut, alias masih
ada ruang untuk negosiasi”
Misalnya di al baqarah 254
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ
قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ
لَا بَيْعٌ فِيهِ
وَلَا خُلَّةٌ وَلَا شَفَاعَةٌ
ۗ وَالْكَافِرُونَ هُمُ
الظَّالِمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah)
sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang
pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa'at. Dan
orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim.
Ayat ini menjelaskan peristiwa di hari pembalasan kelak,
dimana di hari itu tidak ada lagi ‘berdagang/negosiasi/jual beli’ (Laa bay’un)
ataupun ‘tidak ada bantuan/intervensi/pertolongan’ (Laa syafaatun). Dan secara umum
di hari tersebut bagi mayoritas manusia, their fates are sealed, nasib mereka sudah
final sesuai amalan dan keputusan yang Allah telah tetapkan ke surga atau neraka.
Jadi ketika sebagian manusia berusaha bay’un atau berdagang
untuk bernego supaya tidak dihukum di neraka sudah terlambat. Tapi untuk sebagian
kecil manusia, ternyata ada ruang untuk “jual beli” dan juga untuk sebagian
kecil manusia juga ada juga syafaat (intervensi/bantuan).
Ini terlihat ketika Allah beli jiwa dan harta orang mukmin
di akhirat, dimana orang yang beriman ‘menjual diri dan harta mereka di dunia”
maka Allah akan’beli/bayar “ di akhirat.
إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ
الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ
يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا
فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ
وَالْقُرْآنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ
مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ
الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ
الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang
mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka
berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah
menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur'an. Dan
siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka
bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah
kemenangan yang besar." (QS. Al-Taubah: 111)
Kita juga belajar Pronoun
Dalam bahasa indonesia, pronoun (kata ganti orang sangat
sederhana) yaitu: saya, kamu, dia, kita. Tidak dibedakan laki atau perempuan,
banyak atau sedikit.
Dalam bahasa Arab, kamu (laki) dan kamu (perempuan) berbeda,
yaitu anta dan anti. Demikian pula dia (laki satu orang) dan dia (perempuan
satu orang), juga berbeda, yaitu huwa dan hiya. Demikian juga ada pembedaan
antara dua ‘dia laki’ (huma) dan lebih dari dua atau tiga laki (hum).
Bagaimana dengan Allah dalam al Quran, ternyata bisa
ditemukan dalam kata Allah itu sendiri, tapi juga menggunakan pronoun Huwa,
Anta, Ana, Nahnu.
Bagaimana penjelasannya? Ada berapakah Allah?
Kita bisa lihat dua contoh di bawah:
1.
نَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
(1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ
الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ
مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ
الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ
مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلَامٌ
هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ
(5)
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada
Lailatul Qadr. Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadr itu? Lailatul Qadr itu
lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Ar Ruh
dengan izin Tuhannya untuk mengatur urusan. Malam itu (penuh) Salaam sampai
terbit fajar”. (QS. Al Qadr [97] : 1-5).
Di ayat pertama Allah menyebut dirinya dengan “Kami”
(pronoun plural) namun di ayat berikut nya Allah menggunakan Rabb (bi idzni
rabbihim) yaitu bentuk singular.
2.
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ (1) فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
(2) إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
(3)
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang
banyak. Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berqurbanlah. Sesungguhnya
orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus” (QS. Al Kautsar: 1-3).
Di awal ayat Allah kembali menggunakan Kami, namun kembali
di ayat kedua Allah menggunakan Rabb dalam bentuk singular
Dari dua contoh di atas, maka bisa terlihat bahwa “Kami” tidak
berarti ada semacam “dewan Tuhan yang banyak jumlahnya” tapi ini menunjukkan penggunaan
“the royal or majestic We”, sebagaimana seorang kepala negara menyatakan “Kami
telah membuat keputusan”. Itu sebabnya di ayat berikutnya kembali ada penegasan
Allah sebagai Rabb yang Maha Esa.
Kita juga perhatikan bahwa dalam merujuk ke Allah, tidak ada
penggunaan plural lain (selain Kami) seperti “Mereka” (hum) di dalam Quran.
Dengan demikian keesaan Allah (tawhid) ditegaskan sekali lagi.
Baca juga ringkasan berikutnya:
Hari Ketigahttps://peradabankami.blogspot.com/2019/11/belajar-bahasa-arab-day-3.html
Comments
Post a Comment