Belajar Bahasa Arab Day-5

Belajar  Bahasa Arab Day 5


Pertanyaan dari, tentang, atau oleh Jihad?

Sebelum acara dimulai ada pertanyaan dari anak saya yang kedua ke NAK. Nama anak saya Jihad. Kini dia duduk di bangku SMP Sudanese School.

Jihad bertanya," Ustadh, How do you explain Maf'ul bihi and Maf'ul fihi in English? (Ust Nouman, bagaimana menjelaskan konsep maf'ul bihi dan maf'ul fihi dalam bahasa Inggris?"

Ust NAK," Maf'ul adalah detil dari kalimat. Misalnya, Saya mengajar. Kalimat ini perlu tambahan detil. Apa yang saya ajar, Siapa yang saya ajari, Kapan dan dimana saya mengajar? "Apa, siapa, kapan, dan dimana" adalah maf'ul (obyek dari aksi--yaitu mengajar). Maf'ul bihi adalah detil kalimat seperti 'tentang apa' dan 'siapa'. Sedangkan Maf'ul fihi adalah detil kalimat terkait 'waktu' atau 'tempat' (kapan dan dimana). Misalnya begini.

Ust NAK bertanya," What is your name young man?"
Jihad menjawab,"Jihad"
Ust NAK," Ambil contoh 'Saya mengajar...'
Nah simak tulisan istri saya laman fesbuknya yang merekam percakapan selanjutnya:
“Aku mengajari Jihad,” kata Ust NAK, lalu segera NAK mengoreksi dirinya sendiri, “Tunggu, tunggu sebentar! Kedengarannya tidak benar!” Beliau pun terkekeh, disambut tawa para peserta.
Ada perbedaan antara “aku mengajari jihad” dengan “aku mengajari Jihad.” Dalam bhs Inggris, beliau berkata, “I taught Jihad” yang secara lisan sama dg “I taught jihad.”
Apa bedanya? 
“Jihad” dg huruf kapital menunjukkan nama seseorang, dalam hal ini adalah nama remaja kelas 1 SMP yg begitu antusias bertanya kpd Ust. NAK. Sedangkan “jihad” dg huruf kecil artinya berjuang dg sungguh-sungguh (dan kadang juga berarti perang, bil khusus perang atas nama Islam). Dalam tulisan, kita bisa melihat perbedaan tsb namun secara lisan keduanya terdengar sama (harus dilihat konteksnya).
Kalimat “aku mengajari perang” berpotensi mengundang para intel 🤣. Kalimat sensitif 🤭
“Wait, I mean... I taught this young man, Jihad!” Tentu saja semakin mengundang gelegar tawa. Ust NAK sebenarnya hendak menjelaskan ttg maf’ul bihi atau detail utk fi’il. Beliau ingin membuat contoh dg kalimat “Aku mengajari seseorang.” Seseorang ini posisinya sbg maf’ul bihi krn menjelaskan ttg siapa yg diajari. Supaya lebih mudah dicerna, beliau ingin menggunakan nama, semisal: “Aku mengajari Tika” atau “Aku mengajari Bobby.” Maka beliau bertanya pd si penanya, “What’s your name?” utk dipakai dlm kalimatnya. “Jihad,” jawab si bocah. Walhasil, contohnya menjadi: “Aku mengajari Jihad!”
Why your name happens to be Jihad!?! 🤣🤣🤣 You might have just put him in trouble, Young Man!

Menyelesaikan materi Ism

  • Kita sudah mempelajari atribut atau kepemilikan dari Ism, yaitu:
  • Status (yang bisa berstatus Rafa, Nasb, Jarr)
  • Number (singular, pair, plural)
  • Gender (feminim, maskulin)
  • Tipe (umum, khusus)

Lalu kita belajar bagaimana menggabungkan dua ism atau lebih, seperti dalam fragment kalimat (kalimat yang tidak sempurna. Ada lima macam fragment kalimat, yaitu:

  • idhofah (mudhof, mudhof ilayh)
  • harf jarr
  • harf nasb
  • mousuf sifah (noun adjective)
  • isim isyarah (pointing words)

Kita sudah bahas empat pertama selama empat hari (atau tepatnya malam) sebelumnya, malam tadi kita fokus ke macam fragment kalimat yang ke 5, yaitu ism isyarah (penggunaan pointing words, dalam bahasa inggris seperti that, this, those)

Dalam bahasa arab, pointing words (kata untuk menunjuk sesuatu) adalah

  • hadza (this maskulin)
  • hadzihi (this feminim)
  • dzalika (that maskulin)
  • tilka (that feminim)
  • oolaika (those)
  • ha-u-laa-i (these)

Kalau ism yang ditemukan setelah "pointing words":

  • - memiliki alif lam (Al), maka ini menjadi fragment 
    • hadzihi al an'aam (baca: hadzihil an aam) artinya: these cattles (ini adalah fragment bukan kalimat, karena hanya menunjukkan "sekelompok hewan ternak"
  • - tidak memiliki alif lam, maka ini menjadi kalimat
    • tilka aayaatul kitaab, artinya: those are the miraculous signs of the book (ini bukan fragment, tapi kalimat yang lengkap, karena setelah 'tilka' diikuti 'aayatu' bukan 'Al aayat'. 
Menariknya terkait contoh berikut

۞ تِلْكَ الرُّسُلُ
Tilka al rusulu, artinya those messengers (bukan those are messengers, karena ada sebelum rusul ada al). Fragment ini ditemukan di al Baqarah 253. 

Sebagian orientalis menganggap bahwa berdasarkan ayat 2:253 tersebut, maka sebagian rasul/nabi ada juga yang berkelamin wanita, karena  'tilka' adalah jenis pointing words yang bersifat feminim. Namun ust NAK menjelaskan bahwa 'rusul' adalah bentuk dari 'broken plurals', sehingga orang Arab biasa memperlakukannya sebagai 'feminim', maka wajar apabila didahului dengan 'tilka' (that feminim). 


Penunjukan Quran

Di dalam al Quran, Quran juga disebut sebagai Quran, dan juga sebagai Kitab. Quran dimaknai sebagai resitasi (recitation, diucapkan), sedangkan kitaab (tulisan, engraved).  Menariknya di dalam redaksi ayat Quran, penunjukan ‘kitab’ menggunakan’ini’ (Penunjukan dekat) atau di ayat lain dengan ‘itu’ (penunjukan jauh)

Hadza kitaab (ini adalah kitab) atau dzalika al kitaabu (kitab itu)? apakah inkonsisten? kenapa kadang menggunakan 'ini' kadang 'itu'?


ذٰلِكَ الْكِتٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيْهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَۙ
Kitab (Al-Qur'an) "itu" tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa (QS 2:2)


وَهَٰذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ مُصَدِّقُ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَلِتُنْذِرَ أُمَّ الْقُرَىٰ وَمَنْ حَوْلَهَا ۚ 
Dan "ini" (Al Quran) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi; membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Qura (Mekah) dan orang-orang yang di luar lingkungannya (QS 6:92)

Kenapa di QS 2:2 kitaab ditunjuk dengan “itu”? Di masa turunnya Al Quran, Quran sendiri belum tersusun dalam bentuk mushaf buku yang tertulis seperti yang kita kenali sekarang. Quran di masa Nabi saaw umumnya diperdengarkan, melalui recitation, bukan dalam bentuk buku  tertulis ke masyarakat Arab. 
Tapi kita  juga tahu bahwa ayat al Quran yang Nabi Muhammad saw sampaikan juga sebenarnya juga sudah ‘tertulis’. Di mana? Di Lauhul mahfudz, di langit yang tentu jauh dari bumi ini, sehingga tepat penggunaan’dzaalika’ (itu sebagai penunjukkan asalnya Quran yang jauh)

Namun di ayat berikutnya QS 6:92, redaksinya justru menggunakan penunjukan “kitaab ini”? Di sini menariknya, karena dijelaskan di lafdz berikut “anzalnaa” (yang telah Kami turunkan). Maka penggunaan penunjukan’ini’ juga sudah tepat, Karena ketika Allah wahyukan atau turunkan dari langit tentu menjadi ‘dekat’ dengan masyarakat Arab.


Wallahu a’lam 


Comments

  1. Seneng ketemu blog ini. Salam kenal ya mbak. Saya ambil kuliah lagi nih mbak di jurusan bahasa Arab. Belajar bahasa Arab semacam hutang yg harus saya bayar hahaha. Di usia hamper 40 belajar bahasa Arab meskipun terseok-seok masya Allah rasanya bahagia

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Wabah Coronavirus Wuhan 2019: Ketika Sains bertemu Takdir

Belajar Bahasa Arab Day-3

Belajar Bahasa Arab Day-4